Saat ini budaya Indonesia menghadapi serbuan dari dua sisi, luar dan dalam. Dari luar ia menghadapi politisasi budaya. Sedang dari dalam ia menghadapi komersialisasi budaya. Di masa lalu, pada zaman Orde Lama dan Orde Baru, politisasi itu datang dari luar masyarakat, yaitu dari kekuasaan. Pada masa kini politisasi itu datang dari masyarakat sendiri. Gejala terakhir ini kalau tidak segera dihentikan akan jauh lebih merusak, karena dapat menyentuh sendi-sendi budaya. Komersialisasi budaya terjadi pada budaya populer, seperti media massa dan televisi.
Budaya populer kita, musik dan nyanyi-dengan beberapa pengecualian-tidak pernah menjadi dewasa, selalu remaja, cengeng. Sekarang ini memang politisasi dan komersialisasi bu¬daya hanya menyangkut sebagian budaya, tetapi bukan tidak mungkin gejala kedua-duanya akan mengenai pula budaya secara total, sebagaimana pernah terjadi di masa lalu. Seperti kita ketahui politisasi berupa romantisme rakyat -”Atas Nama Rakyat”, “Politik sebagai Panglima”-dan uniformasi ideologis pada zaman Orla terjadi tidak hanya pada budaya populer, tetapi juga pada budaya tinggi, seperti dunia intelektual, seni lukis, sastra, teater, musik dan tari.
Hubungan budaya dan politik berubah pada za¬man Orba dan pasca-Orba. Pada zaman Orba, budaya tidak larut dalam politisasi, tidak pernah menjadikan Pembangunan atau Ekonomi atau Politik sebagai ideologi, tetapi melihat rakyat secara realistis, kebanyakan budayawan malah beroposisi. Akan tetapi, ada usaha Jawanisasi dan uniformasi budaya dari pihak kekuasaan Orba. Ada vulgarisasi budaya pada pasca-Orba, dengan menjadikan simbol-simbol budaya untuk propaganda politik.
Bukan tidak mungkin gejala politisasi seperti zaman Orla berupa romantisasi rakyat dan uniformasi ideologis, Jawanisasi dan uniformasi zaman Orba, dan vulgarisasi budaya pasca-Orba itu kembali lagi, sebab ternyata budaya politik kita itu berupa cakramanggilingan (roda yang berputar kembali) dan tidak maju. Sementara itu, politisasi dan komersialisasi budaya pada pasca-Orba dilakukan oleh masyarakat sendiri. Karenanya, kita khawatir kalau budaya kita berjalan tanpa kritik, budaya akan diperlakukan sewenang-wenang justru oleh masyarakatnya sendiri. Perlakuan sewenang-wenang oleh penguasa akan berhenti dengan hilangnya kekuasaan, tetapi perlakuan yang sama oleh masyarakatnya sendiri akan menimbulkan dampak lebih luas dan lebih lama. Mudah-mudahan betul bahwa politisasi hanya gejala sementara. Tetapi, kita khawatir dengan komersialisasi, sebab komersialisasi itu gejala permanen. Waspadalah !!!
Dari Politisasi Hingga Komersialisasi Budaya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar